Kalondang Pakpak |
Posisi musik tradisional sangatlah jelas dan terpandang dalam budaya Pakpak. Pada upacara-upacara tradisi, musik, terutama genderang, mempunyai peranan penting: menjadi bagian dari sebuah prosesi adat, semisal pernikahan dan kematian. Dalam setiap menjalankan upacara adat, suku Pakpak menempatkan musik sebagai alat memperlancar komunikasi.
Alat Musik Tradisonal Pakpak
Orang Pakpak memiliki ensambel musik, baik tetabuhan (drum chime), yakni genderang si sibah (gendang sembilan), yang terdiri dari sembilan gendang satu sisi yang ditempatkan dalam satu rak. Gendang yang dipukul dengan stik (pemukul) ini selalu dipakai untuk mengiringi upacara adat. Di suku Pakpak upacara adat selalu terbagi dua: untuk keriaan, dan sebaliknya, untuk kedukaan. Musik (genderang) memegang peranan penting dalam keduanya.
Selain drum chime, orang Pakpak juga memiliki alat musik sejenis xylophone, yang mereka sebut kalondang. Ciri khas kalondang ini adalah dimainkan dengan mengikuti melodi yang sama dengan vokal, tapi si pemain selalu punya ruang untuk berimprovisasi.
Kemudian ada juga kecapi, serta gong (aerofon, recorder). Lalu lobat dan sordam (end-blown flute) sebagai instrumen solo. Terkadang digunakan juga memang dalam ensambel musik.
Lobat biasanya dimainkan perkemenjen (penyadap getah kemenyan). Selain memainkan alat musik ini lazimnya mereka juga menyanyikan odong-odong. Senandung ini liriknya diciptakan sendiri, biasanya bermuatan keluh kesah hidup, atau kerinduan kepada anak-istri di kampung. Odong-odong selalu dinyanyikan di atas pohon, sambil menyadap kemenyan dengan perkakas khusus; perkakas sadap itu yang dipakai sebagai musik iringan dengan memukul-mukulkannya ke pohon kemenyan.
Sordam lebih banyak digunakan seseorang saat rehat tatkala mermakan (menggembalakan ternak di padang rumput). Di samping alat musik tersebut masih ada ensambel musik genderang si pitu, yang terdiri dari 7 buah gendang (drum set) yang diletakkan pada satu rak.
Sordam juga digunakan sebagai medium untuk memasuki ruang berdimensi lain agar bisa berkomunikasi dengan roh para leluhur. ’Orang pintar’ yang sedang memanggil arwah misalnya, banyak yang menggunakan sordam saat pembukaan upacara. Biasanya setelah memainkan alat tiup bersuara sangat pilu ini mereka akan bisa memasuki dimensi lain. Jawaban dari alam lain pun bisa didapat. Acara seperti ini sering diadakan saat mencari orang hilang.
Dalam upacara duka, genderang berperan penting. Berbagai jenis irama gendang akan disesuaikan dengan kebutuhan saat upacara. Bunyi-bunyian tetabuh itu baku sifatnya; tanpa improvisasi atau variasi bunyi. Ini berbeda dengan musik saat keriaan. Biasanya, untuk mengiringi tatak (tarian), genderang digabung dengan kalondang. Yang terakhir ini, lebih leluasa diimprovisasikan; pemainnya biasanya banyak memanfaatkan ruang kosong di antara notasi dengan menyusupkan bunyi-bunyian varian. Bahkan dalam perkembangannya, lagu-lagu populer Pakpak pun bisa diiringi genderang yang dikawinkan dengan kalondang.
Yang menjadi ciri khas musik Pakpak adalah nada-nadanya kebanyakan minor. Tentu saja susunan notasinya menjadi cukup romantis.
Di luar musik-musik yang pakem atau standar ini, khazanah musik tradisional Pakpak masih berisikan ragam bentuk nyanyian yang dilantunkan di acara-acara penting. Salah satunya, ya odong-odong tadi: nyanyian perkemenjen yang notasinya selalu minor, lirik-liriknya selalu pilu, sarat rindu dan harapan.
Nyanyian merupakan unsur penting dalam folklor Pakpak. Sitagandera, misalnya, sebuah cerita yang wajib diketahui semua orang Pakpak, selalu disajikan dalam bentuk nyanyian. Kalimat datar dalam bentuk tutur, sebutan lainnya: narasi, hanya pengantar cerita; selebihnya nyanyian. Tidak semua orang bisa menceritakan Sitagandera dengan baik dan sempurna. Sebab tak semua orang mampu melantunkan ceritanya.
Musik Populer
Tentu saja orang Pakpak mengapresiasi musik populer juga. Sebagian pesar pencipta lagu Pakpak populer tak jelas alias no name (nn). Terlepas dari itu, apa yang diciptakan para komposer Pakpak sejak dulu sudah mencirikan kepakpakan mereka. Selain menggunakan lirik berbahasa Pakpak, nada minor yang mendominasi menjadi cirinya. Karya generasi awal (tidak ada catatan ihwal batas tahun yang pasti) seperti lagu Pantar Silang, Tiris Mo Lae Bengkuang, Teddoh Mulak, Tangis Anak Melumang, dan Tanoh Simsim cukup melegenda. Dari generasi berikutnya muncul Cikala Le Pongpong, lagu yang akhirnya melampaui wilayah Pakpak dan menembus dunia industri.
Belakangan musik tradisional Pakpak mulai tergerus oleh kemajuan teknologi, Alhasil pada upacara kematian pun genderang sudah berganti menjadi keyboard tunggal. Genderang dimainkan tanpa menghadirkan genderang dan penabuhnya. Caranya? Ya suaranya yang sudah direkam diprogram ke keyboard. Itu yang dibunyikan.
Musik populer Pakpak masih tertinggal dari segi teknologi dan kemampuan mengolah komposisi serta aransemen kekinian. Jika dibandingkan dengan musik populer suku lain di negeri ini, Pakpak jauh ketinggalan. Bisa jadi hal ini disebabkan karena tak adanya pembuka jalan. Di sisi lain para praktisi musik populer Pakpak itu sendiri terpaku pada trend musik populer kawasan paling dekat: Toba dan Karo. Jadilah irama Melayu (dangdut) merajai musik populer Pakpak, atau pelantunan berformat trio, sebagaimana pada musik-musik pop Toba.
Sumber : Perkumpulan Peduli Budaya Pakpak
Penulis : Hans Miller Banurea
0 comments:
Post a Comment